Monday, 11 May 2009

Pemanfaatan Teknologi Akustik untuk Membantu Polisi Mendeteksi Lokasi Penembakan

Pemanfaatan Teknologi Akustik untuk Membantu Polisi Mendeteksi Lokasi Penembakan

Oleh : Oksi Irawan / 13306019
(ditulis untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Akustik semester II / 2008-2009, dosen : Komang Merthayasa)

Dalam serial-serial televisi luar negeri (khususnya serial dari Amerika), saya sering melihat polisi di Amerika dapat langsung bergerak ke tempat penembakan tidak lebih 30 detik setelah pelaku meletuskan senjata. Awalnya saya mengira itu tidak mungkin. Apalagi di Indonesia, bisa-bisa baru seminggu kemudian baru diketahui ada korban penembakan.

Oke, kembali ke serial televisi tersebut. Setelah saya perhatikan lagi, ternyata tidak ada seseorangpun saksi di tempat kejadian yang melaporkan penembakan tersebut kepada polisi. Lalu bagaimana polisi-polisi tersebut dapat mendeteksi adanya penembakan dan bisa langsung datang ke lokasi? Ternyata teknologi akustik adalah kunci untuk menjawab pertanyaan saya ini.

Di suatu bagian kota seperti Washington D.C, sistem deteksi penembakan yang menggunakan teknologi akustik mempercepat respon polisi terhadap tembakan senjata. Dahulu untuk mengetahui penembakan, diperlukan laporan aktif dari masyarakat melalui panggilan 911, penemuan tubuh korban pun baru beberapa jam atau bahkan beberapa hari kemudian. Pada masa sekarang, ternyata penembakan dapat dideteksi secara otomatis hanya dalam waktu kurang dari 3 detik.

Ada beberapa sistem sensor deteksi penembakan di pasaran. Beberapa sensor yang digunakan adalah didesain untuk mendeteksi sonic boom dari sebuah peluru yang meluncur lebih cepat dari kecepatan suara. Sedangkan beberapa lainnya menggunakan sensor yang mengambil karakteristik dari letusan ujung senjata. Sebuah sistem yang baru-baru ini disebar di Washington D.C disebut ShotSpotter. Sistem ini bekerja berlandaskan prinsip akustik, dilengkapi dengan sistem GPS yang otomatis mendeteksi dan memberitahu lokasi penembakan pada polisi atau petugas keamanan. Sebuah rangkaian sensor akustik mengambil gelombang suara dari letusan ujung senjata yang memancar keluar ke segala arah dari moncong senjata.

Kunci utama dari sistem ini adalah acoustic triangulation. Data-data teknis yang akurat dari ShotSpotter masih rahasia. Akan tetapi, kita dapat mengetahui kira-kira bagaimana alat ini bekerja dengan meninjau proses triangulation (triangulasi, yaitu sebuah metoda untuk mengetahui jarak dan posisi sebuah titik dengan mengukur jarak antara 2 titik acuan kemudian mengukur sudut masing-masing titik tersebut terhadap titik ke-3).

ShotSpotter menggunakan 10 sampai 12 sensor yang seluruhnya berjarak sama dan mampu mencakup seluruh kota. Tiap sensor tersebut mampu mendengar suara tembakan senjata sampai dengan radius 3 kilometer atau 2 mil.

Karena kecepatan suara sudah diketahui, yaitu 340.29 meter/sekon atau 0.21 mil/sekon, maka perbedaan waktu yang dibutuhkan suara senjata untuk mencapai ketiga sensor yang berbeda dapat digunakan untuk mengetahui lokasi penembakan. Menggunakan built-in GPS sebagai sumber waktu yg akurat, ketiga sensor bekerja bersama untuk melakukan triangulasi lokasi dari mana senjata ditembakkan.

Berikut ini kira-kira rangkuman cara kerjanya:

1. Sebuah senjata ditembakkan di suatu tempat dalam kota. Sensor 1 menangkap suara senjata tersebut. Karena tiap-tiap sensor akustik tersebut berjarak sekitar 2 mil, maka yang kita ketahui sekarang adalah senjata ditembakkan dalam radius 2 mil dari sensor 1.

2. 1 detik kemudian, sensor 2 menangkap gelombang suara dari tembakan senjata tersebut. Jika suara di dalam kota bergerak dengan kecepatan 0.21 mil/sekon, kita tahu sekarang bahwa suara ditembakkan kira-kira seperlima mil jaraknya dari sensor 2. Kita dapat menggambar sebuah lingkaran yang menggambarkan radius senjata tersebut ditembakkan. Perpotongan dua lingkaran tersebut merupakan kemungkinan lokasi penembakan. Jadi kita punya dua titik kemungkinan.

3. Untuk mengetahui dimana di antara dua titik ini yang merupakan lokasi penembakan, kita harus meninjau sensor 3. Sensor 3 terletak di selatan sensor 1 dan sensor 2. Sensor 3 menangkap suara tembakan setengah detik setelah sensor 2 menangkap suara. Hal ini menunjukkan bahwa sumber suara berjarak sekitar sepersepuluh mil jauhnya dari sensor 3.


Sekarang kita dapat mengetahui lokasi penembakan. Sistem tersebut kemudian menggunakan GPS built-in yang mengkonversi titik yang diketahui tersebut ke koordinat garis lintang dan bujur, kemudian mengirimkan informasi ke stasiun penerima terdekat lewat kabel telpon (untuk sensor kabel) atau sinyal frekuensi radio (untuk sensor nirkabel). Stasiun penerima tersebut lalu mengirimkan koordinat ke call center 911 terdekat, yang mempunyai perlengkapan untuk mengkonversi koordinat menjadi alamat dan nama jalan. Laporan tersebut lalu akan diteruskan pada polisi di sekitar tempat kejadian.

Menurut ShotSpotter, sistem ini memiliki tingkat akurasi 0 sampai 25 meter. Sensor-sensor ini juga cukup sensitif untuk membedakan antara suara tembakan dan suara letusan mobil.

Menurut anggota kepolisian di Washington D.C, sistem ini telah meningkatkan respon waktu terhadap suara tembakan. ShotSpotter juga merekam seluruh suara tembakan dan lokasi penembakan untuk pemeriksaan forensik selanjutnya. Biaya untuk mengimplementasikan sistem ShotSpotter dapat berkisar antara 100.000 US$ untuk wilayah yang kecil, dan 1.000.000 US$ untuk mencakup wilayah seluas Washington D.C.

Bagaimana dengan Indonesia? Apakah sanggup untuk mengimplementasikan teknologi ini? Mimpi kali yeee… Eits, jangan cuma jadi mimpi lho ya, tapi TANTANGAN untuk kemajuan Indonesia. Hehe.. (ketawa tapi serius)

Sumber:
Layton, Julia. "How can acoustics technology help police locate gunshots?." 31 October 2006. HowStuffWorks.com.

1. Sebuah senjata ditembakkan di suatu tempat dalam kota. Sensor 1 menangkap suara senjata tersebut. Karena
tiap-tiap sensor akustik tersebut berjarak sekitar 2 mil, maka yang kita ketahui sekarang adalah senjata ditembakkan dalam radius 2 mil dari sensor 1.








2. 1 detik kemudian, sensor 2 menangkap gelombang suara dari tembakan se
njata tersebut. Jika suara di dalam kota bergerak dengan kecepatan 0.21 mil/sekon, kita tahu sekarang bahwa suara ditembakkan kira-kira seperlima mil jaraknya dari sensor 2. Kita dapat menggambar sebuah lingkaran yang menggambarkan radius senjata tersebut ditembakkan. Perpotongan dua lingkaran tersebut merupakan kemungkinan lokasi penembakan. Jadi kita punya dua titik kemungkinan.













3. Untuk mengetahui diman
a di antara dua titik ini yang merupakan lokasi penembakan, kita harus meninjau sensor 3. Sensor 3 terletak di selatan sensor 1 dan sensor 2. Sensor 3 menangkap suara tembakan setengah detik setelah sensor 2 menangkap suara. Hal ini menunjukkan bahwa sumber suara berjarak sekitar sepersepuluh mil jauhnya dari sensor 3.









No comments: